Sama Aja: Persamaan dalam perbedaan dan sebaliknya

Gw sering banget beda pendapat sama orang. Tapi kalo ditanya apakah gw bisa sependapat dengan orang itu, gw bisa dengan mudah (read: sedikit effort) merubah core belief gw untuk sesuai dengan opini orang tersebut.

Tapi yang mau gw bagikan disini adalah pada dasarnya semua hal yang kita perdebatkan itu satu (read: sama) cuma persepsi dan cara pandang kita aja yang membeda”kan. Bisa karena ingin menyesuaikan dengan preferensi (read: pengalaman) atau juga karena faktor kuantitatif, kualitatif dan variabel lainnya (yang bisa diukur dan tidak).

Tulisan ini terinpirasi dari perdebatan tidak produktif yang terjadi dengan abang gw yang pertama. Saat itu kita bahas tentang bagaimana sebuah bisnis itu beroperasi. Beliau menggunakan cara pandang dalam konteks perpindahan barang menggunakan truk dan bagaimana prosedurnya. Sedangkan gw punya cara pandang dalam konteks pengembangan aplikasi dan alokasi manusia. Sekilas bahwa kita punya pandangan berbeda, tapi setelah diskusi panjang, gw menyadari bahwa pada dasarnya (read: secara konseptual) kita ini sama aja (cuma beda istilah dan fungsionalnya).

Tetapi, kemampuan untuk melihat kesamaan dalam suatu perbedaan ini ga jarang dilihat sebagai “oversimplifikasi” yang bisa diartikan sebagai penyederhanaan proses yang kompleks menjadi istilah yang terlalu sederhana, mengurangi informasi mendetail di dalamnya (sering kali dianggap negatif). Tapi, dari yang gw temukan,kemampuan untuk memahami hal abstrak yang rumit dalam bentuk konseptual yang disederhanakan adalah the next level of High Order Thinking. Yap, gw bawa istilah “ilmiah” tapi gw bukan orang yang pinter cari sumber bacaan, jadi sorry gabisa kutip tulisan yang kredibel dan mari kita jadikan ini sebatas opini saja.

Memang, pada praktiknya, gw berakhir berdebat dengan abang gw atas perbedaan pendapat ini dalam melihat perbedaan latar belakang dan persepsi kita. Nah, ini yang mau gw point out. Bahkan dalam level selanjutnya ini, perbedaan pendapat terhadap oversimplifikasi sebagai hal yang buruk dan hal yang baik pun berujung pada perdebatan yang tiada akhirnya. Dari interaksi ini ada beberapa hal yang bisa gw pelajari. Mari kita evaluasi!

Perdebatan yang tidak produktif

Dengan jelas kelihatan yaa, kalo perdebatan ini ga ada tujuan yang produktif. Produktif yang dimaksud adalah menghasilkan sesuatu yang bernilai sebagai kompensasi atas energi dan waktu yang dihabiskan. Karena gw gamau rugi, jadi gw anggap itu cukup produktif dengan mengambil “recehan” yang bernilai yang bisa gw pelajari dari interaksi tersebut, salah satunya yaa penemuan ini.

Waktu itu berharga

Kalo gw suruh pilih kerja lembur 2 jam di hari libur atau berdebat ngalor ngidul, pasti gw lebih pilih yang menghasilkan duit atau setidaknya bikin gw happy. Dalam situasi ini, happy pun ga lebih penting daripada istirahat biar besoknya siap kerja banting tulang nyari duit lagi.

Mengetahui bahwa waktu itu tidak bisa diulang, maka setiap interaksi dengan apapun gw mesti ada yang bisa gw pelajari dan ambil manfaat dari itu. Waktu memang tidak terbatas, tapi yang sudah berlalu takkan bisa kembali. 😇

Kalkulus itu penting coy

Kok kalkulus? kaget yaa😂

Dalam kalkulus ada yang namanya fungsi f(x) dan fungsi turunan f'(x). Gw coba kaitkan fungsi ini dengan statement atau mosi yang diperdebatkan.

f(x) = Perbedaan proses bisnis delivery dan software
f'(x) = Konsep dasar proses bisnis
f”(x) = Oversimplifikasi vs High Order Thinking

Disini gw menganalogikan cara berpikir dalam konteks diskusi tersebut dengan kemampuan kita dalam memahami konsep matematika yang bernama kalkulus ini.

Kenapa kalkulus? karena kalkulus acap kali dianggap sebagai next level dari matematika. Tapi bagi gw, ini juga the next level of thinking and reasoning. Karena cara pandang dan bagaimana kita mengolah informasi itu ga jauh dari persamaan atau rumus matematika. Misal, dapet kerja bagus + banyak duit = hidup nyaman.

Walaupun rumus diatas bukan sebuah fakta, tapi itu lah cara kita menstrukturkan sebuah ide atau gagasan dalam bentuk aritmatika atau aljabar sederhana. Kalkulus juga bisa dibuat begitu, sebagai salah satu cara untuk mengungkapkan ide yang kompleks dan abstrak selain seni (yang gw tau).

Dari aritmatika ke aljabar sampai ke kalkulus, dalam 1 millenium ini, manusia upgrade terus kemampuan berpikirnya. Ini yang gw harap semua orang juga punya pikiran yang sama. Tapi gw yakin, sadar atau ga sadar, arah “advancement” kita pasti naik terus seperti yang dicontohkan peradaban kita selama ini. Bukan berarti orang yang kemampuan berpikirnya rumit udh pasti bisa kalkulus, tapi gw percaya ketika mereka harus belajar kalkulus, mereka juga bisa menyerapnya. Karena apa? iyaa, karena “Sama Aja” 😇😂

Oversimplifikasi itu berbahaya tapi liat situasi

Gw sebenernya setuju klo oversimplifikasi itu berbahaya. Karena apa? karena praktek tidak seindah teori. Tapi dalam konteks dan situasi gw ini, kita cuma obrolan santai yang kecolongan aja jadi perdebatan. Kembali lagi apa? liat seberapa produktif dan tujuan interaksi tersebut.

Gw pun sebagai profesional dalam bidang gw, paling anti dengan oversimplifikasi. Setidaknya dalam 1-2 tahun pertama gw kerja. Tetapi, orang bijak bilang, jangan lakukan yang benar, tapi lakukan yang perlu. Maksudnya apa? simpelnya, klo dalam konteks perdebatan tadi, walaupun oversimplifikasi itu buruk, saat itu, adalah hal yang perlu dilakukan karena memang tidak produktif dan menguras terlalu banyak energi. Kalo dalam dunia kerja, misal gw ngomong sama atasan hal mendetail tentang implementasi coding, itu mungkin “benar” dengan alasan supaya lebih terinformasi atau kebutuhan validasi, tapi bukan hal yang “perlu” karena atasan gw butuh tau estimasi nya aja. Masalah detail? yaa tanggung jawab gw.😂

Akhir kata

Dari sini kita dapat ambil kesimpulan bahwa apapun yang kita perdebatkan pasti selalu ada persamaan dan yang kita anggap sama pun juga ada perbedaan. Tapi yang paling terpenting adalah bagaimana kita menyikapi dan membuatnya berguna untuk kemajuan bersama.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*